Situs-Situs Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Di kota Palembang (PRASASTI)
Prasasti Kedukan Bukit dite
mukan pada akhir 29 November 1920 di kebun pak H. Jahri, tepi sungai Tatang, desa Kedukan Bukit di kaki Bukit Siguntang yang letaknya di sebelah barat daya Palembang, Sumatra Selatan saat ini. Prasasti itu dikenali oleh seorang kontrolir Belanda yang penggemar sejarah, Batenburg, yang kemudian melaporkan penemuan itu ke Dinas Purbakala (Oudheidkundigen Dienst).
Prasasti yang berbentuk bulat-telur tersebut merupakan prasasti tertua dari masa Sriwijaya dengan angka tahun 604 Saka atau 682 M (tahun Saka dikonversi dengan tahun Masehi ditambah 78 tahun), terbuat dari batu andesit dengan ukuran panjang batu lebih-kurang 42 cm dan kelilingnya 80 cm. Sekarang, prasasti yang terdiri dari sepuluh baris, ditulis dengan huruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Kuno ini disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Teks Prasasti Kedukan Bukit:
(1)swasti sri sakawarsatita 605 ekadasi su (2) klapaksa wulan waisakha dapunta hiyam nayik di (3) samwau manalap siddhayatra di saptami suklapaksa (4) wulan jyestha dapunta hiyam marlapas dari minana (5) tamwan mamawa yam wala dualaksa danan ko- (6) duaratus cara di samwau danan jalan sariwu (7) tluratus sapulu dua wanakna datam di mata jap (8) sukhacitta di pancami suklapaksa wula [n]… (9) laghu mudita datam marwuat wanua … (10) sriwijaya jaya siddhayatra subhiksa …
Terjemahan oleh G. Coedes:
Kemakmuran! Keberuntungan! Pada tahun Saka telah lewat 605, hari kesebelas paruh terang bulan Waisakha, Sri Baginda naik kapal mengambil kesaktian. Hari ketujuh paruh terang bulan Jyestha, raja membebaskan diri dari […]. ia memimpin bala tentara yang terdiri dari dua puluh ribu [orang]; pengikut […] sejumlah dua ratus orang menggunakan perahu, pengikut yang berjalan kaki sejumlah seribu tiga ratus dua belas orang tiba di hadapan [raja?], bersama-sama, dengan sukacitanya. Hari kelima paruh terang bulan […], ringan, gembira, datang dan membuat negeri […] Sriwijaya, sakti, kaya […].
Isi teks Prasasti Kedudukan Bukit di atas menyebutkan perjalanan Dhapunta Hyang bersama balatentaranya untuk mendirikan wanua atau suatu wilayah, sehingga akhirnya Sriwijaya menang dan makmur.
Prasasti Talang Tuwo
Prasasti Talang Tuwo ditemukan di sekitar muara sungai Lambidaro dan ujung sungai Sekanak, desa Talang Tuwo (sekarang masuk Kecamatan Talang Kelapa) pada 17 November 1920 oleh L.C. Westenenk, pejabat Belanda yang bertugas di Palembang. Desa ini termasuk dalam kawasan Gandus, di sebelah barat Palembang. Prasasti yang terdiri dari 14 baris ini berhuruf Pallawa, berbahasa Melayu Kuno, dan berangka tahun 606 Saka (684 M). Prasasti yang berbentuk persegi empat (jajaran genjang) ini sekarang disimpan juga di Museum Nasional Jakarta.
Teks Prasasti Talang Tuwo:
(1) swasti sri sakawarsatita 606 dim dwitiya suklapaksa wulan caitra sana tatkalana parlak sriksetra ini niparwuat (2) parwandha punta hiyam srijayanasa ini pranidhananda punta hiyam sawanakna yam nitanam di sini niyur pinam hanau ru (3) mwiya dnan samisrana yam kayu nimakan wuahna tathapi haur wuluh pattum ityewamadi punarapi yam parlak wukan (4) dnan tawad talaga sawanakna yam wuatku sukarita parawis prayojanakan punyana sarwwasatwa sakaracara waro payana tmu (5) sukha di asannakala di antara margga lai tmu muah ya ahara dnan air niminumna sawanakna wuatna huma parlak mancak mu (6) ah ya mamhidupi pasu prakara marhulun tuwi wrdddhi muah ya janan ya niknai sawanakna yam upasargga pidanu swapnawigha waram wua (7) tana kathamapi anukula yam graha naksatra parawis diya nirwyadhi ajara kawuatanana tathapi sawanakna yam bhrtyana (8) satyarjjawa drdhabhakti muah ya dya yam mitrana tuwi janan ya kapata yam minina mulan anukula bharyya muah ya waram stha….
Terjemahan oleh G. Coedes:
Kemakmuran! Keberuntungan! Tahun Saka 606, hari kedua paruh bulan Çaitra: pada saat itulah taman ini (yang dinamai) Sriksetra dibuat di bawah pimpinan Sri Baginda Sri Jayanasa. Inilah niat Sri Baginda: Semoga segala yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, wuluh dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga taman-taman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat dipergunakan untuk kebaikan semua mahluk, yang dapat pindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan kebahagiaan. Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta air minum. Semoga semua kebun yang mereka buka menjadi berlebih [panennya]. Semoga suburlah ternak bermacam jenis yang mereka pelihara, dan juga budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa karena tidak bisa tidur. Apa yang mereka perbuat, semoga semua planet dan rasi menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua hamba mereka setia pada mereka dan berbakti, lagi pula semoga mana pun mereka berdoa, semoga di tempat itu tidak ada pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah. Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat baik; semoga dalam diri mereka lahir pikiran Bodhi dan persahabatan ….
Inti isi dari Prasasti Talang Tuwo tersebut menyebutkan tentang pembuatan Taman Sriksetra oleh raja Sriwijaya yang bernama Sri Jayanasa.
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan pada tahun 1935 di Telaga Batu, Sabokingking 2 Ilir, Palembang tidak berangka tahun. Prasasti yang dihiasi gambar kepala ular kobra berkepala tujuh ini tediri dari 28 baris. Menurut F.M Schnitger prasasti ini berasal dari abad ke-9 Masehi atau ke-10 Masehi, tetapi menurut J.G. de Casparis prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-7 Masehi.
Bentuk (rupa) prasasti ini dibandingkan dengan prasasti lain dinilai paling artistik dan indah, berbentuk telapak kaki, menunjukkan masyarakat Sriwijaya telah memiliki seniman patung yang mumpuni. Di lokasi situs ini juga ditemukan batu yang bertuliskan sidhayatra (perjalanan kemenangan atau suci). Diperkirakan tempat ini merupakan suatu tempat berziarah yang penting ketika itu.
Dilihat dari perupaan Prasasti Telaga Batu ini, yang tampak adalah tujuh kepala ular kobra dan pada bagian bawah prasasti terdapat bentuk rel atau saluran yang simetris antara kiri dengan kanan dan bertemu di bagian tengahnya seperti pancuran air. Dari bentuk dan perupaan pancuran itu menggambarkan dua alat kelamin sekaligus (hermaprodit), yang bila dihubungkan dengan kosmologi mistis merupakan simbol kesuburan. Prasasti ini adalah satu-satunya prasasti Sriwijaya yang bukan hanya berisi tulisan, tetapi juga terdapat bentuk atau image. Ketujuh kepala ular kobra yang ada pada bagian atas prasasti dapat diinterpretasikan sebagai upaya raja Sriwijaya untuk menjaga agar isi atau teks prasasti yang dipahatkan itu tetap dipatuhi. Sekarang ini, prasasti yang berbahasa Melayu Kuno dan berhuruf Pallawa ini, disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Teks Prasasti Telaga Batu
(1) om siddham titam hamwan wari awai kandra kayet nipaihumpa, an amuha ulu (2) lawan tandrum luah makamatai tandrun luah an hakairu muah kayet nihumpa unai ume (3) ntem bhakti ni ulun haraki unai tunai kamu wanak mamu rajaputra, prostara, bhupati, senapati, nayata, pratyaya, hajipratyaya, dandanayaka (4) …. murddhaka tuha an watakwuruh, addhyaksi nijawarna, vasikarana, kumaramatya, cathabhata, adhikarana, karmma, kayastha, sthapaka, puhawan, waniyaga, pratisara da (5) kamu marsi haji, hulun hajo, wanak mamu uram niwunuh sumpah dari mammam kamu kadaci kamu tida bhakti dyaku niwunuh kamu sumpah tuwi mulam kadasi kamu drohaka wanun luwi yam marwuddhi.
Terjemahan oleh G. Coedes:
Om! Semoga berhasil…. Kamu semua, berapapun banyaknya, putra raja…, bupati, senapati, nayaka, pratiyaya, orang kepercayaan (?) raja, hakim, pemimpin… (?) kepala para buruh, pengawas kasta rendah, vasikarana, kumaramatya, catabhata, adhikarana…,…(?), pekerja, pemahat, nakhoda, pedagang, pemimpin,…(?), dan kamu tukang cuci rajadan budak raja. Kamu semua akan mati oleh kutukan ini, jika kamu tidak setia kepadaku, kamu akan mati oleh kutukan. Selain itu, jika kamu berlaku sebagai penghianat, berkomplot dengan orang-orang (?)…
Isi teks Prasasti Telaga Batu pada dasarnya juga merupakan suatu kutukan raja Sriwijaya kepada para pengikutnya; para pembesar
Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini ditemukan pada Desember 1892 di lahan yang dikelilingi benteng tanah di tepi sungai Mendo, desa Kota Kapur, sebelum desa Penagan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka. Prasasti Sriwijaya yang berangka tahun 686 M ini, tingginya 150 cm. Berisi teks yang terdiri dari 10 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Kuno. Sekarang prasasti ini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti Kota Kapur ini bila dilihat secara perupaan sangat berbeda dengan prasasti-prasasti Sriwijaya lainnya, karena bentuk prasasti ini vertikal menyerupai menhir pada masa tradisi megalitik.
Teks Prasati Kota Kapur:
siddha titam hamwan wari awai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lawan tandrun luah makamatai ta ndrum luah minunu paihumpaan hakairu muah kayet nihumpa u nai tunai (2) umentem bhakti niulun haraki unai tunai kita sawanakta de wata mahar dhika sannidhana mamraksa yam kadatuan sriwijaya kita tuwi tandrun luah wanakta dewata mulana yam parsumpahan (3) parawis kadaci yam uram di dalamna bhumi ajnana kadatuan ini parawis drohaka hanun samawuddhi la wan drohaka manujari drohaka niujari drohaka tahu dim drohaka niujari drohaka tahu dim drohaka tida ya (4) mar padah tida ya bhakti tida ya tatwarjjawa diy aku dnan di iyam nigalarku sanyasa datua dhawa wuatna uram inan niwunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulam parwwandan datu sriwi(5)jaya talu muah ya dnan gotrasantanana tathapi sawanakna yam wuatna jahat makalanit uram makasa kit makagila mantra gada wisaprayoga upuh tuwa tamwal….
Terjemahan oleh G. Coedes:
Keberhasilan! [disusul mantra kutukan yang tak dapat diartikan]. Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan yang melindungi Provinsi [kadatuan] Sriwijaya [ini]; juga kau tandrun luah [penguasa air] dan semua dewata yang mengawali permulaan setiap mantra kutukan! Bilamana di pedalaman semua daerah [bhumi] [yang berada di bawah provinsi [kadatuan] ini] akan ada orang yang memberontak […] yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak, yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk; biar sebuah ekspedisi [untuk melawannya] seketika dikirim di bawah pimpinan datu [atau beberapa datu] Sriwijaya, dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagi pula biar semua perbuatannya yang jahat; [seperti] mengganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja….
Tahun Saka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Pebruari 686 Masehi), pada saat itulah kutukan ini diucapkan; kemudian dipahatkan oleh pemahatannya, berlangsung ketika bala tentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang Jawa yang tidak takluk kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur isinya juga memuat kutukan-kutukan bagi mereka yang tidak taat kepada raja Sriwijaya.
Prasasti Palas Pasemah
Prasasti ini ditemukan di tepi Way Pisang, Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 1957. Sampai sekarang, prasasti ini masih terletak di daerah ini (in situ). Prasasti berbentuk setengah bulat-lonjong ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Jawa Kuno, tidak memuat angka tahun. Berdasarkan palaeografi (ilmu tentang tulisan kuno), prasasti ini diduga berasal dari sekitar abad ke-7 Masehi. Prasasti Palas Pasemah terdiri dari 13 baris hampir sama dengan Prasasti Karang Brahi dan Kota Kapur, memuat kutukan bagi mereka yang tidak taat kepada raja Sriwijaya.
Teks Prasasti Palas Pasemah
(1) siddha kitaÅ‹ hamwan wari awai. kandra kayet. ni pai hu [mpa an] (2) namuha ulu lawan tandrun luah maka matai tandrun luah wi [nunu paihumpa] (3) an haÅ‹kairu muah. kayet nihumpa unai tunai. umenteÅ‹ [bhakti ni ulun] (4) haraki unai tunai. kita sawanakta dewata maharddhika san nidhana maÅ‹ra [ksa yaÅ‹ kadatuan] (5) di sriwijaya. kita tuwi tandrun luah wanakta dewata mula yaÅ‹ parssumpaha [n parawis. kada] (6) ci uraÅ‹ di dalaÅ‹na bhumi ajnan kadatuanku ini parawis. drohaka wanu [n. samawuddhi la] (7) wan drohaka. manujari drohaka. niujari drohaka. tahu din drohaka [. tida ya marpadah] (8) tida ya bhakti tatwa arjjawa di yaku dnan di yaÅ‹ nigalar kku sanyasa datua niwunuh ya su [mpah ni]….
Terjemahan oleh Boechari:
(1-4). ….Wahai sekalian dewa, yang maha kuat, yang melindungi (kerajaan) (5) Sriwijaya, wahai, para jin air dan semua dewa pemula rafal kutukan (jika) (6) Ada orang di seluruh kekuasan yang tunduk pada kerajaan yang memberontak, (berkomplot dengan) (7) Pemberontak, bicara dengan para pemberontak, tahu pemberontak (yang tidak menghormatiku) (8) Tidak tunduk takzim dan setia padaku dan bagi mereka yang yang dinobatkan dengan tuntutan datu, (orang-orang tersebut) akan terbunuh oleh (kutukan)….
Prasasti Boom Baru
Prasasti ini ditemukan pada bulan April 1992 oleh penggali pasir yang bernama Rizal di pinggir sungai Musi, depan Pemakaman Kawah Tekurep (pemakaman Kesultanan Palembang), Jalan Blabak, 3 Ilir, kawasan Pelabuhan Boom Baru, Palembang. Rizal adalah teman Aminta, pegawai Museum Balaputra Dewa, yang melaporkan penemuan benda bersejarah itu kepada Kepala Museum Balaputra Dewa, Syamsir Alam, sehingga prasasti itu dapat diselamatkan. Diduga situs Kawah Tekurep sebelum dijadikan pemakaman keluarga Kesultanan Palembang, merupakan situs kerajaan Sriwijaya.
Prasasti itu, waktu ditemukan kondisinya dalam keadaan pecah dua, merupakan sebongkah batu kali yang berbentuk bulat-lonjong berwarna kemerah-merahan dengan tinggi 47 cm dan lebar 32,5 cm. Berdasarkan palaeografinya, prasasti ini diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-7 Masehi, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Kuno. Prasasti ini disimpan di Museum Negeri Balaputra Dewa, Provinsi Sumatra Selatan.
BLOG DWIKY JAYA PERWIRA
Teks Prasasti Bom Baru:
1. ….(Niuja) droha (ka)…
2. tida ya bhakti tatwa arjawa dy-aku dngan…
3. wunuh ya sumpah ni (suruh) tapik-ya…(sriwijaya)
4. ya dngan gotra santananya…
5. maka langit. urang maka sakit maka gila…
6. upuh tuwa kasihan wasikarana itye (wamadi)…
7. pulang ka yang muah yang dosanya muah…
8. kadaci yang bhakti tatwa arjawa dy-aku…
9. datua santi muah (kawuatanya) dngan gotra (santananya)
10. samrddha swastha niroga nirupadrawa subhiksa muah ya (wanuan)
11. nya parawis.
Terjemahan:
1. (Dikatakan) durhaka….
2. (apabila) ia tidak bakti dan tunduk (bertindak lemah-lembut)
kepadaku dengan…
3. dibunuh ia oleh sumpah dan di(suruh) supaya hancur oleh…(sriwijaya)
4. ya dengan sanak-keluarganya…
5. menyebabkan orang hilang (maka langit), menyebabkan orang sakit
(maka sakit) dan menyebabkan orang gila (maka gila)….
6. racun (upah) dan tuba (tuwa), mengguna-guna orang supaya jatuh
cinta (kasihan), mengguna-gunai orang supaya jatuh cinta (kasihan),
mengguna-gunai orang supaya tunduk pada kemauannya
(wasikarana), dan demikian selanjutnya (ityewamadi)…
7. kembali (pulang) ke asalnya lagi ke dosanya lagi…
8. tetapi apabila setiap kali (kadaci) ia berbakti dan tunduk kepadaku
(dy-aku : maksudnya raja Sriwijaya)
9. dan taat kepada kedudukan raja (datua) ia akan menemukan kembali
(kawuatannya: perbuatannya) kesentosaan dan keselamatan (santi)
dengan sanak keluarganya (gotra santanaya)
10. tumbuh mencapai kemenangan (samrddha), selama sejahtera (sastha),
sehat wal’afiat (niroga), bebas malapetaka (nirupadrawa), makmur
(subhiksa)
11. seluruh negeri (wanuannya pewaris).
Isi dan pesan yang dimuat dalam teks Prasasti Boom Baru sama dengan prasasti Sriwijaya lainnya, yaitu berisi kutukan kepada siapapun yang berani melawan atau melanggar peraturan kerajaan Sriwijaya, serta memuat doa keselamatan bagi mereka maupun keluarganya apabila tunduk dan patuh terhadap raja Sriwijaya.
Prasasi Karang Berahi
Prasasti yang ditemukan tahun 1904 oleh Berkhout ini tidak berangka tahun dan merupakan satu-satunya Prasasti Sriwijaya yang ditemukan di Provinsi Jambi, tepatnya di tepi Sungai Merangin.
Seperti prasasti Sriwijaya lain, prasasti berbentuk setengah bulat-lonjong ini juga berhuruf Palllawa dan berbahasa Melayu Kuno. Prasasti yang berasal dari kira-kira abad ke-7 Masehi ini, terdiri dari 16 baris, mirip dengan Prasasti Kota Kapur, tetapi tidak memuat tentang penyerangan oleh tentara Sriwijaya.
Prasasti Ligor
Di daerah Ligor di Semenanjung Tanah Melayu, ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 775 M yang ditulis pada dua belah sisi. Tulisan pada sisi A disebut Prasasti Ligor A memuat keterangan raja Sriwijaya.. Tulisan pada sisi B disebut Prasasti Ligor B menyebut seorang raja bernama Wisnu yang bergelar Sarwarimadawimathana.. Baik Prasasti Ligor A maupun Prasasti Ligor B ditulis dalam bahasa Sanskerta. Prasasti ini menyebutkan tentang ibukota Ligor sebagai wilayah kekuasaan Sriwijaya untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.
Prasasti Nalanda
Prasati ini ditemukan di Nalanda, India bagian timur (Negara Bagian Bihar). Prasasti ini tidak berangka tahun, namun diduga berasal dari abad ke-9 Masehi dan berbahasa Sanskerta. Isinya tentang pendirian bangunan biara di Nalanda oleh raja Balaputra Dewa, raja Sriwijaya yang beragama Budha. Selain itu disebutkan juga kakek raja Balaputra Dewa yang dikenal sebagai raja Jawa yang bergelar Syailendrawamsatilaka Sri Wirawairimathana (Permata Syailendra Pembunuh Musuh-musuh yang Gagah Perwira).
Selain itu, disebutkan juga bahwa raja Nalanda yang bernama Dewapaladewa, berkenan membebaskan 5 desa dari pajak untuk membiayai para pelajar Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
Prasasti Bungkuk (Jabung)
Prasasti ini ditemukan pada tahun 1985 di desa Bungkuk, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah. Prasasti ini tidak berangka tahun, berdasarkan palaeografi, diperkirakan prasasti ini satu zaman dengan prasasti Sriwijaya lainnya. Isi teksnya juga memuat kutukan atau sumpah dan menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa Melayu Kuno biasa.
Prasasti Kambang Unglen 1
Sebuah pecahan atau fragmen prasasti batu berwarna kuning keputihan, panjang 36 cm, lebar 22 cm dan tebal 9,5 cm. Ditemukan pada 22 September 1987 di Kambang Unglen, Kota Palembang (dekat Bukit Siguntang). Fragmen Prasasti batu itu dipahat dengan beberapa baris tulisan, sebuah di antaranya berukuran panjang 27 cm dan tinggi huruf 3 cm. Sayang sekali tulisan tipe Sriwijaya itu sudah aus. Tulisan yang masih dapat dibaca berbunyi … jaya siddhayatra sarwastwa (… perjalanan suci (ziarah) yang menang dan sukses bagi semua mahluk). Kalimat itu dapat dibandingkan dengan kalimat terakhir Prasasti Kedukan Bukit (682 M) yang berbunyi … Sriwijaya jaya siddayatra subhiksa ni (t) yakala (… Sriwijaya yang menang dalam perjalanan suci yang berhasil, makmur melimpah senantiasa). Prasasti ini disimpan di ruang pameran Museum Balaputra Dewa, Palembang.
Prasasti Kambang Unglen 2
Fragmen prasasti yang ditemukan di halaman sekolah SMP PGRI VII, Kambang Unglen, Ilir Barat I, Palembang, Sumatra Selatan. Fragmen ini berukuran 12 x 13 cm, dengan huruf berukuran 1,5 x 2 cm. Dari keempat baris prasasti yang masih terlihat, yang masih mungkin terbaca, hanya tiga baris saja walaupun agak sulit.
Prasasti yang terbuat dari batu berwarna merah kekuningan ini, berdasarkan bentuk-bentuk hurufnya, diperkirakan berasal dari masa Sriwijaya (abad ke-7 Masehi), berbahasa Melayu Kuno. Isi prasasti ini sendiri masih sulit untuk diketahui, dikarenakan huruf-hurufnya yang sudah tidak jelas. Prasasti Kambang Unglen 2 juga disimpan di ruang pameran Museum Balaputra Dewa, Palembang.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa prasasti-prasasti Sriwijaya adalah prasasti kutukan, karena dari prasasti-prasasti Sriwijaya yang telah disebutkan, lima di antaranya merupakan prasasti kutukan.
DIPOSKAN OLEH -ANAK SMPN40PALEMBANG-DWIKY
..membanggakan,dan jg mengharu kan,kalo bleh membri sdikit saran, ada pd klmat prasasti yg berbunyl. tan drun luah. (makna nya sperti dilewat kan sj)bgmn kalo kata2 Tan drun luah,kt artikan dngn makna, .(yg blum keluar..mungkin mksud nya mencakupi, .bayi yg msih di dlm kandungan?) tp ma,af ini hny pendapat sy,bkn menampik pendapat2 para pakar2 di bidang ini. Trims
ReplyDelete